Jumat, 26 Februari 2010

Upacara Bendera untuk Nasionalisme (edisi khusus SMA, pelajaran mahal untuk media pembelajaran penggaris segitiga)


 07 Juni 2009 jam 0:03
Oleh: Ikhsan Peryoga

--------------------------

--------------------------

--------------------------

--------------------------

---------

--------------------------

--------------------------

--------------------------

--------------------------

---------
Prolog di cerita-cerita sebelumnya...

mun di itung2 si sayah sudah berapa kali yach mengikuti upacara bendera??? di mulai dari kelas 1 SD, di mana sayah hayu-hayu aja di suruh berdiri nga tau pembina upacara ngomong apa (kelas 1 jek, TK tambah 1 hari)... dan selalu di awasi ibu guru yang akan molotot jika ada yang ngobrol pas kita berberis...

saya yang kelas 4 SD waku itu, sebenernya berambisi ingin membacakan pembukaan UUD '45... ambisi saya beralasan... karena setiap upacara dari kelas 2 SD ketika si petugas yang membacakan pembukaan UUD '45 selalu saya ucap ulang di dalam hati...

saya di tugaskan menjadi komando pasukan untuk kelas 4...

si sayah pernah (baca:SERING) lupa mawa topi biru (topi SMP) waktu upacara...

orang-orang terpilih pun di kumpulkan, di seleksi, di analisis, di pulah di pilih acak corak menjadi kesatuan orang orang keren peserta perlombaan upacara bendera tingkat SMP...

kami menjuarai tingkat kota… tingkat kecamatan, kabupaten bahkan kita menjadi juara 1 untuk tingkat propinsi… dan uing, isan busuk menjadi bagian dari pesertanya…

SMP 1 menjadi juara 1 Perlombaan upacara tingkat propinsi jawabarat tahun 2001 (kalau nga salah)
Setelah kita juara banyak kepala sekolah dari SMP lain bahkan kepala sekolah dari salah satu SMP di kota bandung ingin melihat upacara kami…

uing bertanya ka uing olangan… maneh bangga jadi juara lomba upacara tingkat SMP se jawa barat???

--------------------------

--------------------------

--------------------------

--------------------------

-------------------

--------------------------

--------------------------

--------------------------

--------------------------

-------------------


Pagi itu uing kelas 2 SMA dan sedang diadakan upacara bendera… ritual yang pada saat itu uing menganggapnya perbuatan yang tidak berguna, papanasan di hari senin yang dilakukan sejak SD… pada saat itu uing Ikhsan Peryoga menduduki kelas 2 di salah satu SMA negri di negri ini yang banyak mengecewakan uing. Cuaca di senin pagi itu beneran keren. Apalagi ketika melihat awan-awan pada sembunyi di sebelah barat gunung Guntur yang mengakibatkan langit pagi itu sangat biru tanpa coretan warna putih dari awan. 

Indahnya suasana pagi itu tidak membuat upacara itu sehidmat upacara ketika uing di SMP. Jujur saja, keadaan sekolah uing di SMA sangat jauh dengan keadaan sekolah di SMP uing dulu di ciamis. Apalagi kalau bicara tentang upacaranya. Uing di SMP juara upacara Jawa Barat, SMP uing bisa berbaris sangat rapih, sikap sempurna yang sangat sempurna, bisa melakukan “hormat gerak” dan “tegak gerak” dengan kompak, baik, dan benar dalam satu aba-aba... tapi apa yang terjadi dalam upacara SMA??. 

Pertama kali upacara di SMA uing menjadi orang teraneh karena memakai topi, sementara orang lain nga pake topi. Selama uing upacara di SMA barisan nya selalu lebih ngareol dari pada barisan upacara SD uing baheula. Selama uing upacara pas SMA temen-temen barudak kriminal pasti ngarobrol sepanjang upacara berlangsung sampai-sampai amatat pembina upacara nga kedengaran oleh uing. Selama upacara bendera di SMA, dalam satu bulan pasti weh ada balik kanan mendadak karena kesalahan-kesalahan memalukan dari tim paskibra, sering si pembawa bendera yang penuh percaya diri meneriakan “bendera siap!!” tapi ternyata bendera yang mau dikibarkan nya terbalik. Hal itu menjadi tertawaan seluruh peserta upacara. Pernah ada kejadian pas upacara, si pembawa bendera menarik tambang bendera sebelum bendera di cantelkan ke tambang, hasilnya bendera tidak bisa dikibarkan karena tambangnya sudah meluncur duluan ke atas tanpa bendera, kami semua tertawa dan menyoraki si pembawa bendera. 

Saya yang selalu jadi tim obade setelah perlombaan kemenangan waktu SMP nga pernah mau jadi tim obade ketika SMA. Saya malu, semua orang yang jadi tim obade “death tone”, Lagu Indonesia Raya yang gagah perkasa dibauat seperti lagu sampah oleh tim obade upacara, selama 3 tahun saya di SMA saya mendengar lengkingan-lengkingan nada meleset dengan lirik lagu Indonesia Raya, begitu juga dengan lagu mengheningkan cipta dan lagu-lagu nasional lain nya, lagu-lagu tersebut seakan di bajak lalu di aransemen ulang dan 2000 miliar kali lebih jelek dari lagu-lagu aslinya... betapa tidak semangatnya uing upacara bahkan ketika uing jadi juara lomba akustikan pun pialanya di bawa/diwakilkan oleh si Ega. Itulah keadaan SMA dan upacara benderanya.. tadinya, uing dengan sisa-sisa semangat kemenangan/kemegahan/ kekerenan keadaan SMP khususnya di upacara jadi tidak bisa berbuat banyak ketika melihat lingkungan SMA seperti ini..

karena jenuh, dan nga asik, uing sering kali mabal dari upacara dan sembunyi di galengan sawah dengan teman-teman kriminal uing. si Anton, si Yanggi, si Sony, si Jajang seringkali uing jumpai di galenganh sambil dodongkoan ketika kami bersembunyi dari Pa Rudi dan Pa Atang. Sambil mereka ararudud, biasanya mereka ngobrol masalah wanita atau apa yang telah dilakukan pada week end kemarin... nga jauh dari ngobrol maleminggu yang konpoy atau nongkrong di pengkolan.

Suatu hari ketika itu suatu pagi dan bertepatan juga dengan suatu senin, uing berniat untuk tidak upacara dan mau berkumpul bersama teman-teman barudak kriminal seeperti biasa di sisi galengan sawah. Niat itu sesaat terlupakan karena pada senin pagi itu, ketika saya turun dari angkot berwarna biru yang si emang-emangnya masih tetangga uing di Pataruman ternyata si uing dikejutkan oleh satu kejutan yang sangat mengejutkan. 

Ketika saya melangkah turun, pandangan mata saya bertepatan dengan memantulnya tas solendang merah yang uing tau betul itu punya siapa. Ria Juwita Silvani (reject 3) kecengan uing di SMA pada waktu itu... Suasana pagi itu berubah keren, dia (Ria) baru keluar juga dari angkot, dan uing inget bener ketika kaki pertamanya menuruni angkot, beuh... keadaan dunia seperti yang di slowmotion... lambat tapi indah kacida, andai saja, uing berandai2 seperti di tulisan yang lalu, andai saja uing pada saat itu punya kamera DSRL (keren lah mun waktu itu urang nyepeng kamera canon DSRL D1000 nu si eka mah atau baheula geus aya kamera sony DSRL alfa 200 mah.. kari pasang eksposure program manual, zoom sampai yang kena cuman si Ria nya aja.. dengan color respresentation sRGB, focal leight 70 mm, pake F-number F/5.6, dengan exposure time 1/25 sec. dan ISO speed 800 serta metering mode center weighted averaged.. beuh hasil na bakal keren lah soal na pada saat moment itu dia (Ria) lagi mengeluarkan aura naturalnya…) 

Karena adanya moment ketemu si kecengan, jadi terlupakan mau mabal dan sadar-sadar sudah berada di pintu gerbang sekolah. Uing seakan terhipnotis ketika kami berdua jalan berbarengan dan ngobrol, si sayah mulai menyekil dengan menanyakan tugas, dan obrolan pun berlanjut,, Jah... kesempatan untuk mabal dari upacara tertutup rapat ketika ada guru yang berdiri kokoh mengawasi para siswa di gerbang sekolah.

Tiba-tiba alarem yang seperti mobil polisi itu menyala, itu cukup membuat kami berdua dan para murid yang ada di sana berlari-lari kecil seperti di pilm ultramen, saat para penduduk menyelamatkan diri karena muncul monster jahat. Kami berdua berlari dan si guru penjaga gerbang berteriak-teriak, simpan tasnya di belakang!!!, tidak usah ke kelas, langsung baris di lapangan!!!... kami pun menuruti apa yang di instruksikan dan langsung ke lapangan... tidak seperti di SMP yang langsung rapih berdiri dalam posisi sikap sempurna dan diam, kami kebingungan mencari kelas kami di mana, hal itu pun yang dirasakan orang lain, mereka berlari lari kecil mencari teman-teman mereka satu kelas...banyaknya seliweran para murid yang mencari kelas mengingatkan kita kepada kepanikan penduduk ketika si monster di cerita ultramen tersebut mulai menghancurkan beberapa gedung...

Ultramen pun datang dan keadaan mulai menenang... itu meungkin gambaran dari upacara yang sudah dimulai. Barisan ngareol, tidak ada satu pun yang mamakai topi dan nga peduli dia tinggi atau pendek yang penting berdiri deket temen se geng agar bisa ngobrol, cukup membuat barisan sangat luarbiasa kurang rapih. uing melihat sekeliling, “wow... barudak kriminal kelas ternyata pada hadir”. uing melihat lagi sekali lagi sekeliling dan ternyata uing tidak melihat si Hendra dan si Ega di barisan kelas uing... mungkin kesiangan dan mereka berada di kelas khusus dekat pasukan obade (perkiraan uing).
Upacara yang tidak lebih baik dari minggu lalu dan selalu membosan kan pun selesai dan uing masih tidak menemukan si Hendra dan si Ega. Barudak kelas pun bubar dari lapangan dan mulai untuk pada masuk kelas... 

ketika 2 menit setelah masuk kelas bertepatan juga dengan uing yang sedang membereskan kantong dan kursi semuanya nampak normal-normal saja. Hendra dan Ega pun muncul dengan rada cungar-cengir sambil membaa tas nya masing-masing, uing langsung menyambut dengan pertanyaan, “teu upacara maneh??”, belum juga dijawab tiba-tiba seorang guru laki-laki yang semua orang tau guru itu suka cari muka datang ke kelas. Dengan setengah berteriak dia mengatakan ”Kadieu maneh!!!, maneh teu upacara???!!!” guru tersebut bertanya setengah nyentak si Hendra dan Ega yang masih mambawa kantong di punggung mereka... mereka pun tidak bisa mengelak. Dan kejadian selanjutnya adalah kejadian yang bakalan di sensor oleh badan sensor penyiaran Indonesia kalau cerita ini di bikin film, kejadian selanjutnya adalah kejadian yang akan membuat gempar dunia pers tentang kekerasan di dunia pendidikan jika saja si egie dengan HP cangihnya yang dari jepang pada saat itu bisa merekam kejadian itu dan di upload di youtube.

Si guru itu melihat sebuah penggaris segitiga yang terbuat dari kayu yang sebenarnya penggaris tersebut merupakan media ajar untuk pelajaran Matematika, Fisika, atau kimia yang berfungsi untuk membantu guru ketika menggambar di papan tulis supaya sebuah garis digambar dengan keadaan lurus, makanya memakai alat bantu penggaris. Tetapi si guru yang sebenarnya bukan guru Fisika, Matematika dan atau kimia membawa penggaris tersebut dari yang tadinya si penggaris itu tergeletak di bangku menjadi berada di tangan kanan nya.. “mana leungeun maneh???” si guru menyuruh si hendra dan si ega menyodorkan tangan nya seperti anak TK yang sedang di periksa oleh guru nya apakah kuku tangan nya sudah di potong di hari minggu kemarin atau belum. Mereka berdua pun menyodorkan tangan nya dan... 
Yah dan kejadian nya seperti yang telah di prediksi oleh para pembaca. Walaupun tanpa ngawahan/atau awalan tapi pukulan penggaris itu uing nilai sangat keras dan dilakukan dengan pukulan dan hentakan yang sepenuh hati. Uing yakin semua yang ada di kelas dan yang melihat kejadian itu pun bakalan berpendapat sama dengan uing. Sumpah tarik pisan. 

Si guru tersebut memukul tangan masing-masing yang disodorkan oleh si Hendra dan si Ega dengan sepenuh hati dengan menggunakan penggaris segitiga terbuat dari kayu yang pada kejadian itu menjadi alat media eksekusi. Semua kelas mendadak terdiam, seperti sebuah Televisi yang di pijit tombol “mute” di remot kontrol nya. Setelah eksekusi kepada dua orang itu si guru segera pergi dari kelas uing, dan barudak mulai menghampiri si hendra dan si ega.

Apa yang terjadi, sulit di percaya... ketika uing kedepan dan malihat penggrais itu hancur patah menjadi 5 bagian. “ajoy, penggaris na nepi ka pejet” si jajang berteriak dan berekspresi muka tidak percaya. Uing melihat tangan si hendra masih bergetar, di punggung nya terdapat suatu gurat merah, ada juga yang bersentuhan dengan tulang terlihat beberapa boclek yang membuat darah wuwungan terlihat dengan mata telanjang. Uing bisa bayangkan perasaan mereka berdua saat itu makanya pada saat itu uing idak banyak berkomentar. 

Penggaris yang merupakan media pembelajaran untuk pelajaran Matematika itu pun hancur pagi itu di hari senin itu juga. Ironis, media pembelajaran itu pagi itu juga digunakan oleh guru sebagai media pembelajaran juga, media pembelajaran bagi mereka yang tidak upacara bendera... 
Belakangan uing sadar, emang dengan si guru tersebut memukul teman uing si Hendra dan si Ega membuat mereka sadar akan arti upacara??? Apakah yang uing, atau orang sekelas yang menyaksikan kejadian itu membuat sadar setelah menyaksikan kejadian mengerikan itu tentang makna upacara bendera??? Apakah dengan di marahi, dengan di jewer, dengan di pelototi, di pukul dengan penggaris segitiga hingga penggaris nya hancur bisa membuat siswa-siswi negri ini mengerti tentang hakikat dari upacara??? Pertanyaan nya uing balik, apakah guru itu ngerti tentang kenapa kita harus upacara dan untuk apa kita melakukan upacara setiap hari senin??? (uing kurang yakin guru itu ngerti), 

Kalau guru itu ngerti dan sadar, yang akan di bina, bukan hendra dan ega saja, tapi kami semua seluruh sekolah kami yang ngetawain ketika bendera dikibarkan terbalik, kami yang menyoraki pasukan pengibar bendera ketika si tambang di tiang bendera keburu di tarik sebelum di cantelkan ke bendera yang membuat upacara terhenti 15 menit.. bukan kah hal itu jauh lebih melecehkan bendera gagah kita/ melecehkan para tokoh negara yang berjuang untuk indonesia merdeka dahulu, yang merasakan susahnya mengibarkan bendera merah putih kita??? bukankah ngetawain bendera terbalik lebih seperti mengencingi bendera kita dari pada 2 orang yang tidak mengikuti upacara?? 

Hendra, Ega, uing dan yang lain nya yang mengobrol ketika amanat, yang cekikikan ketika mengheningkan cipta, yang mabal dan yang lain-lainnya sebenarnya tidak sadar tent hakikat upacara.
Makanya kami di sekolahkan, tetapi kami, uing khususnya tidak mendapatkan pelajaran-pelajaran seperti itu ketika kami di sekolah, pelajaran yang menyadarkan kami tentang keren nya upacara bendera... pelajaran yang kami dapatkan ketika sekolah adalah bisa menghitung, bisa membaca, bisa menulis, tau tokoh, tau tahun peristiwa sejarah, bisa mikrosop word, tau teory dan tau rumus...tetapi sampai kami lulus kami tetap pembangkang, sampai detik ini uing tetap suka nyontek, suka berbohong, suka menipu orang dll...

membina lebih baik bagaimana caranya supaya para siswa tidak mengobrol ketika upacara dengan kesadaran bukan dengan bentakanatau makian. Dia (guru tersebut) akan melakukan hal-hal yang lebih elegan, dari pada dengan harus menghancurkan penggaris segitiga yang sebenarnya media pembelajaran bagi pelajaran matematika atau fisika yang diadukan dengan kecepatan tinggi dengan tulang yang di bungkus kulit dari hendra dan ega. (kalau dalam istilah fisika mah tumbukan)... ada cara-cara yang jauh lebih elegan dan evektif bagai mana caranya supaya kita semua memaknai gagahnya kibaran bendera merah putih yang hentakan kibaran nya seperti teriakan-teriakan “MERRDEEKKAA!!!” para pejuang yang mengacung-ngacungkan granat lalu di tembaki 
oleh penjajah..

Apapun yang dipikirkan guru tersebut pada waktu itu sehingga beliau menghancurkan penggaris kayu segitiga mudah-mudahan karena sadar tentang makna upacara bendera itu sendiri, bukan karena memperbaiki sesuatu yang sifatnya cangkang atau kesing.

nuhun...
sidik aya (rekues temen saya yang ingin ada di note saya)
Description: Upacara Bendera untuk Nasionalisme (edisi khusus SMA, pelajaran mahal untuk media pembelajaran penggaris segitiga) Rating: 3.5 Reviewer: ikhsan peryoga ItemReviewed: Upacara Bendera untuk Nasionalisme (edisi khusus SMA, pelajaran mahal untuk media pembelajaran penggaris segitiga)

0 komentar:

Posting Komentar