Jumat, 26 Februari 2010

Kupatahu Samping Surapaticore “nikmat”


Oleh : ikhsan Peryoga
Maaf panjang hey ceritanya, tapi lumayan bermakna… halah, kamana atuh bermakna…
mun males mah ulah di baca

Tadi pagi tanggal 27 juni 2009, dimana hari ini tepat ketika minggu yang lalu, saya melakukan oprasi kopajat single karir. Kejadian nya sama hey seperti tepatnya minggu yang lalu itu. Saya pagi-pagi merasa lapar, (lapar: perasaan purba milik manusia yang tah pernah hilang hingga akhir jaman, sama dengan perasaan “sange”). Aksi dari naluri purba itu mendorong saya untuk bereaksi, bereaski untuk melakukan ritual yang purba juga, yaitu memasukan sesatu kedalam mulut, makan, itu kalau dalam istilah bahasa indonesianyamah. 

Pagi-pagi jam delapan di tanggal yang sudah saya cantumkan di paragraph 1. Saya berniat untuk memakan kupat tahu di samping suapaticore, niat itu sama ketika di minggu lalu saya juga berniat seperti demikian. seperti biasanya, walau saya bangun jam 5 pagi selalu, tapi kalau tidak ada hal di luar, saya akan tidak akan mandi sampai kapan pun, itu pasti. Oleh karena nyah nyah, saya belum mandi dan tentu saja belum gosok gigi ketika saya berperan sebagai pemeran utama di dalam cerita ini. “Ngapain mandi??? Nanti juga kotor lagi” berikut adalah perkataan keren teman saya daus gonia yang terekam aman di otak saya yang sehat. 

kupatahu itu harganya 3500 uang Indonesia. Si emang-emangnya sudah tau saya, begitupun dia. Hampir tiap hari pagi-pagi, semenjak saya tinggal di padasuka saya suka membeli kupatahu itu. Enak, kalian harus coba. Banyak kalian harus buktikan dan tentu saja pelayanan yang baik khas orang baik dari keramahan orang sunda. Si emang santun, santunya itu di kombinasi’I oleh sopan nyah-nyah si dia. Dia sangat sederhana pakaiannya, roda kupatahunya tidak terlalu bagus, sepedah anak nya yang baru lulus SD juga biasa aja. Tapi hey, itu si emang-emang kupatahu HPnya jauh lebih bagus dengan HP saya, tentu saja ada cameranya, dan tentu saja 3G. beneran orang kaya yang tidak sombong. 

Saya sempat berfikir bahwa si emang-emang ini adalah orang kaya yang menyamar jadi tukang kupat tahu singaparna, tapi setelah ditelusuri oleh tim siluwet (yang merupakan saya sendiri), ternyata dia pedagang kupatahu biasa yang sukses (“sukses” nya di baca “kaya”) dari usaha kupatahu singaparna. Si emang adalah pengusaha kupatahu sukses (saya pertegas lagi karena saya kagum) yang saya harus contoh jiwa usahanya. Dia adalah salah satu orang yang inspirasini’i si sayah untuk tetap konsisten tidak akan jadi pegawai Negri atau pegawai bank.

Sudahlah, kita jangan memberikan porsi yang terlalu banyak untuk si emang-emang kupatahu singaparna ini, karena eh karena jangan lupa, oleh para pembaca cerita bodoh ini, yang jadi dunungan di cerita ini sayah, “isan yoga”, sayah yang jadi pemeran utamanya hey. Mungkin lain kali ada saatnya kalian yang di tag note di FB atau yang baca cerita yang lain DI FB dimana yang nge tag atau nulisnya adalah si A’A kupatahu singaparna dengan dia yang menjadi pemeran utamanyah-nyah dan sayanyah mungkin iah, mungkin tidak, atau mungkin donat ada di ceritanya menjadi pemeran pembantunya. Naen (ateuh munkin donat, ngabojeg penulis)

Yang membantu si A’A kupatahu singaparna bekerja alias asisten nya dulunya adalah anak kecil, berambut emo, hitam, baik ke saya (suka menyguhkan minuman teh istimewa, di mana ketika momentum saya haus setelah makan kupat) dan tentu saja pekerja keras. Anak itu bekerja menggoreng tahu, memasukan kerupuk ke plastic-plastik kecil, mencuci piring (yang kotor tapi, yang bersih mah engga), mencuci gelas, menyuguhkan teh ke pelanggan, membeli’inikan roko buat si A’A kupat tahu, dan baca Koran tentang persib. Dia seperti nyah-nyah adalah seumur dengan orang yang kelas 6 SD akan tetapi Dia tidak sekolah, tidak tau putus, atau ngambang. Saya panas dan saran (panasaran) apakah status dia dengan sekolah itu in relationship, merit, in compliketid atau apah. Saya coba cek di propil facebooknya, dan ternyata dia tidak tahu FB itu mahluk seperti apa. Sudah hampir ganjil satu bulan anak ini tidak hadir di kantornya (sebuah roda di pinggir surapati core yang elit). Dengar dari si A’Anya dia pulang dulu, mau berlibur ngambil cuti, tapi dia nga kembali-kembali ke banung. 

Untuk mengisi kekosongan si emo sebagai seken stiker, dipilihnya seorang anak-anak juga. Dia berposter (pake “U” maaf) gempal, golepnya gaya “Beulah sisi” selalu pakai kemeja rapih dan skilnya sama dengan si budak emo yang hilang itu. Saya tau anak ini sekolah, dia part time ketika liburan sekolah saja untuk membantu si A’A di kantornya. Dia kelas 1 SMP. Tidak tau SMP mana. Inilah pecakapan singkat keren dia dengan si A’A kupatahu.

Si A’A kupat: (sedang melakukan memotong-motong kupat dengan pisau)
Saya: ( sedang melakukan memasukan kupat kedalam mulut)
Si asisten baru: (sedang menghampiri roda… tunggu yah sebentar… sedikit lagi dia sampai ke roda…..(para pembaca dimohon untuk berhenti mambaca selama 10 detik, ini serius, kan ceritanya menunggu si asisten baru berjalan menuju roda si A’A)….. sudah??? Kalau belum lakukan sekarang… kalau sudah , silahkan lanjutkan membaca, dia sudah sampai soalnya))…
Si A’A kupat: kumaha rapot na???
Saya: (dalam hati: oh enya ayeuna budak Se’M’Pe dibagi rapot)
Si asisten baru: sae… (sambil dia tersenyum)
Keren lah…
Salah satu anak kecil terkeren yang saya temui di jagat, kerja sambilan dengan prestasi sekolah yang “sae”. Saya percaya senyuman nya ketika dia berkata “sae” sudh membuat saya yakin dia tidak akan mengecewakan orang tuanya akan nilai2 yang di ukirkan wali kelasnya dalam rapot nya

Heup…
Sekarang kita kembali ke sabtu pagi tanggal 27 juni 2009. Saya naik si akatsukim (motor saya) bermotor keluar kompleks, dan apa yang terjadi, apa coba??? Saya jawab yah: ada beberapa mobil melaju yang didalamnya ada bapak-bapak memakai batik dan ibu-ibu pake kebaya. “oprasi kopajat” itu yang diperintahkan sum-sum tulang belakang saya secara reflek, tapi otak berkata lain, saya terngiang perkataan guru kopajat saya yang di luar negri. Dan saya pun segera buang muka ke mobil yang beberapa itu (Maaf mobil saya tidak sopan buang muka ke kalian, padahal kalian tidak salah). Saya pun mencoba tenang dan memfokuskan untuk membeli kupa tahu singaparna itu. 

Si akatukim segera mendarat di tempat parkir dimana kantor si A’A kupat berada. Bleg, pinuh, bahkan pinuh pisan… si A’A lagi dikerumuni di pinggir jalan oleh para pelanggan, seperti ada yang tabrakan aja. Ada sekitar 8 pelanggan yang mengantri minta dibikinin kupat. Bermacam-macam, ada yang hanya mesen 5 sampai ada juga yang mesen 1. Rata-rata di bungkus sih, minder mungkin jika dimaka di kantor mah, di liatin banyak orang, oleh pengendara motor, penumpang motor, pelanggan ojek, tukang ojek, pengendara mobil, penumpang mobil, penumpang mobil yang bawa anak, orang lewat, orang lewat bawa tanggungan kerupuk, orang lewat dorong roda bubur, orang lewat bawa anaknya, orang lewat bawa anaknya sambil naik motor, orang lewat bawa anaknya sambil membawa tanggungan kerupuk dan mahluk lain nya. (faragraf tersebut adalah contoh kasus dari “peluang/kombinasi”, sebenarnya ini adalah pelajaran matematika, saya coba terapkan dalam cerita yang tidak ada hubungan nya dengan itungan, itu adalah salah satu bukti bahwa cara belajar itu tidak statis dan pendidikan itu tak harus formal.. mudah-mudahan dapat memetik pelajaran.)
[Faragraf diatas di sponsori oleh: http://www.kihadjartheywan

Si sayah mengerti dengan keadaan penuh pelanggan itu, dan mulai, oleh karena itu saya pun mencari cara kreatif untuk menunggu. Dari pada cangkeul (bahasa sunda yang artinya pegel) berdiri si saya serta merta membantu itu si asisten baru saja. Biarkan dia yang cuci piring dan gelas dan memasukan krupuk dan menyughi para pelanggan, sementara saya menggoreng tahu. 

Tahu saya goreng dengan sepenuh hati, saya ciri’I satu tahu untuk di goreng garing. Untuk saya sendiri dengan tentunya. 1 musim saya menggoreng tahu saya masih belum dibuatkan si kupat. Sabar .Dua musim berlalu, dan bertepatan juga dengan tahu ciri’I si sayah yang sudah sangat kering, si sayah belum juga di buatkan itu si kupat. Saya jahit (bukan jahit kecos) tahu garing saya dan saya simpan di tempat penyimpanan tahu suntuk di tiriskan (ditiriskan di sini bahasa indonesia bukan bahasa sunda). Saya melihat sekeliling, ternyata semua pembelinya sudah berganti musim, sudah pada beda dengan yang tadi ketika saya menggoreng di musim pertama goreng tahu.(untuk catatan: 1 musim goreng tahu sama dengan menggoreng tuntas satu keresek tahu) 

Ada ibu-ibu yang lumayan tua, ada ibu-ibu yang datang dari tonggoh (atas), mungkindari cartil, ada bapak-bapak tua yang habis lari pagi dengan cucunya, Ada pemuda yang kelihatan nya mau berangkat kerja, ada si emang-emang tukang kurupuk yang menanggung kurupuk blek raksasa nya . apakah saya harus protes karena saya dating dari tadi dan belum di buatin???, mendingan jadi autis dengan menggoreng tahu musim ke-3 yang ternyata mengasikan juga.

Ssi A’A kupat sedang dan tanpa berhenti bekerja keras meladangi mereka yang banyak. Mulai dari memotong kupat dengan cepat, membawa tahu dari tempat tahu, dipotongpotong si tahunyah-nyah, di satukan ke kupat, di masuki toge, di hujani’I bumbu, lalu di bungkus, di kasih kerupus secara terpisah dan di beri lada terpisah pula. Dan apa yang terjadi pagi itu, saat saya lihat si A’A kupat. Dia membawa tahu ciri’I saya yang garing, memotong-motongnya (kejam), memnyatukan nya dengan kupat toge dan bumbu, dan membungkusnya. Alhamdu’… alhamdu apa?? Alhamdulilah kitu… saya berucap dalam hati akhirnya sudah dibuatkan.

Tapi ada yang ganjil hey, saya mah mau makan di sini, bukan di bungkus, si A’A nya tau juga kebiasaan say amah makan di kantornya bukan di bungkus… oh tidak Mari’cuy… si tahu yang saya goreng garing sepenuh jiwa, yang menggorengnya dengan hati, yang menggorengnya dengan lama, dari SD malah.. ternyata di pakai sebagai tahu pendamping kupat untuk kupatahu orang lain. Ternyata si Ibu-ibu yang dari tonggoh itu yang merebutnya, berengsek, si A’A kupatnya juga salah kurangajar… AAAAAGGGHHH!!!!!, saya tamplokan saja ini minyak panas ke mereka, saya gulingkan saja ini roda, lalu saya pergi dengan si akatsukim setelah sebelumnya mengacungkan jari tengah saya ke udara. Yasudah dengan keiklasan tingkat ulama saya pun mengiklaskan tahu goreng garing yang kameumeut itu(“kameumeut”bahasa sunda yang artinya tersayang,… halah tersayang, mayang-tedi-joya).

Oke, akhirnya saya di buatkan kupat tahu tersebut dengan mood yang tidak terpengaruh oleh kejadian-kejadian yang menurut “orang lebay”, itu kejadian menjengkelkan. Beuh, nikmat coy.. kupatahu hasil perjuangan yang panjang, penuh rintangan dan rintangin. Air the panas sudah siap menerima nasibnya untuk masuk tubuh saya. Terimakasih A’A kupatahu dan asisten barunya saya ucapkan dengan tulus.

Di tengah apa yang sedang saya lakukan waktu itu yaitu makan kupatahu, dengan serta merta ada rombongan anak-anak kecil lewat, sekitar kelas 3 SD lah. Ada 6 orang, mereka habis main di pagi hari. Ada yang mencolok dari mereka, ada anak yang sedikit berwajah songong membekap tamiya di dadanya, masih di bungkus, belum di rancang, itu pertanda tamiya baru. Di ikuti oleh anak yang lain nya yang saya yakin mereka satu sama lain saling mengenal. Tetapi, ini tetapi, ada anak yang berjalan nya paling belakang melihat saya yang sedang melebok kupatahu dengan penuh citarasa wisata kuliner. Sambil jalan si anak ngliatin saya, dia lusuh, belum mandi seperti saya, belum gosok gigi saya kurang tahu, pake training, peke baju kaos butut yang tentunya nga akan di pakainya ketika lebaran. dari raut nya, sudah tersketsa dia lapar. Saya yakin beberapa enzim di tenggorokan nya keluar dan menghasilkan rasa “ngabagel” dari ludah kental yang diam di pangkal belakang daerah mulut. ludah itu lalu di telan nya entah kemana, tetapi fenomena ini tetap terasa malah cenderung menggila. Perasaan ini disebut juga dengan ngiler atau kabita dalam bahsa sunda. Sai anak kabita melihat saya makan kupat, saya tahu itu. Dan terbukti benar, dia langsung merogok sesuatu dari taraining hijau garis hitam yang lusuh (mungkin itu seragam olahraganya). Dia keluarkan beberapa uang yang saya tidak tahu berapa. Mendekati si A’A kupat yang kebedulan hanya ada 1 pelanggan yang lagi mesen.( Dalam hati, jir beruntung si anak training hijau itu, saya tadi nunggu dari TK sampai saat ini hey… ). 

Dia pun bermaksud menukarkan uang itu dengan kupatahu,
“mang, tah…” si anak training hijau menyimpan uang yang dia pegang sebelumnya ke salah satu bagian roda kupat. “Dua rebu” si anak melanjutakn sambil dia menengadah ke atas melihat si A’A kupat. Si sayah memperhatikan sambil terus lolodok. Dalam hati saya yang suci: “sebagai mahluk social harus tolong menolong, ini salah saya, kasihan anak kecil ini, ngiler mendadak pengen kupat tahu ketika melihat saya. Uang nya kurang, dia hanya punya ribu sedangkan harga standar kupatahu 3500.” Saya traktir aja yah dia seperti saya suka mentraktir si Monii, Si Arie, Si Gita dll “…..” “…..” … (“……” ekspresi berpikir versi saya).. keputusan saya: “ah peduli amat!!! Anak orang lain ieuh”… 

Keputusan si A’A kupat,
Si A’A kupat: “sok lah dua rebu ge” “lada’an ulah”… dengan semangat dia setengah berteriak, lalu dengan serta merta mempamerkan kecepatan nya menghidangkan kupat tahu ke si anak taraining hijau itu. Si anak pun terlihat kagum.
berengsek, saya jadi kagum juga lihat kasinya, keren pisan si A’A kupat lah, 

kupat pun jadi dan si anak training duduk di samping saya. Lahap, menikmati, dan tentu saja bersemangat. Si anak training hijau nga peduli di tinggalin sama teman-teman nya yang entah kemana, dia dengan serta merta memasuki’I potongan-potongan kupat itu. 

Saya pun selesai makan lalu minum the, lalu bayar, sebelum pulang saya duduk lagi di samping si anak training yang makin beringas itu makan kupat. Saya jatuhkan uang 10 ribu di bawah training nya dengan tanpa dia sadari. Lalu setelah itu saya menoel (mencolek) bahunya, “jang artos murag tuh” (jang, uang mu jatohtuh)… si anak lalu memandang saya aneh, kerutan halis nya sangat lucu, menandakan itu seperti ada tanda Tanya besar di jidatnya. Lalu saya membisiki “ sutttt…. kangge meser tamiya, sambil kekereceuman, mengedipkan-ngedipkan mata diiringi senyum ke dia. Dia pun tetap merasa aneh tapi uang itu di bawanya lalu dimasukan nya kedalam training hijau garis hitam yang lusuh. 

keren euy sama si A’A kupat tahu yang menyebut dengan semangat “sok lah dua rebu oge, lada’an ulah!!!”, sialan saya merinding ketika dengar itu. saya yakin itu ucapan tulus tanpa beban. Itu perkataan dari seorang pedagang kupat tahu hey, bukan dari propesor, dekan, rector dosen atau guru yang berpendidikan yang super mega intelek, tetapi mempersulit anak didiknya untuk berkreasi. Maafkan saya pak/ibu propesor, dosen guru, saya tidak dapat hal-hal keren ini di sekolahan. Saya dapat pelajaran keren itu dari tukang kupa tahu. 

Si ayah juga kalah oleh senyuman dan perkataan “sae” si asisten baru ketika si A’A nayain raport nya. Anak SMP yang mau kerja sambilan dagang kupat tahu. Jaman saya umur segitu mah jangan kan mau atau berniat, kepikiran juga sudah langsung jadi apatis. waktu SMP juga lihat temen saya si kuya dagang jambu ke kelas, saya sebut “bi, Icih… yang suka dagang jambu di lembur sayah mah!!!!” sambil meledek teman saya si kuya itu habis-habisan. Dan anak ini, seorang yang tidak malu dia dagang kupatahu dengan paman nya, dikasih uang secukupnya oleh sang paman dan dengan prestasi “sae”.
Saya yakin, seperti yang saya tulis di atas, perkataan “sae” ini, sudah sangat cukup membuat orang tuanya merasa bangga melahirkan ini anak. Ketika ibunya melihat isi rapot nya, saya yakin dia tidak ragu untuk berkata “alus gening jang rapot na, ke isuk mamah masak daging” bukan beli PSP, bukan liburan ke Bali, atau beli blackberry… tidak akan jauh dari “masak daging”, makanan yang mungkin jarang dia cicipi. Atau peling engga dia di beli’in sapatu pendekar (“sapatu warior”) yang harganya sama dengan jatah makan 3 sehari golongan kita-kita. Dan ketika si ayahnya melihat isi rapot nya, dia juga tidak ragu untuk sekuat tenaga bisa mewujudkan cita-cita apa yang dia inginkan, walaupun si ayah ragu apakah dia bisa memasukan nya ke sekolah SMA atau tidak .. 

Si sayah pun dapat pelajaran hey, ternyata menahan diri itu nikmat, nikmat seperti nikmatnya kupatahu samping Surapaticore. 

Mungin kalo saya mahasiswa kritis mah… ”Wah ini tidak adil, saya datang dari tadi, sudah mesen, ko tidak di buatkan-buatkan sih??? Ini ketidak adilan atas warga negara Indonesia!!! Ini Negara demokratis!!!.” Mahasiswa yang keritis yang selalu mengedepankan keadilan bagi dirinya juga bagi orang lain sampai-sampai mereka aksi,berdemo, berteriak-teriak menyampaikan aspirasi, menuntut keadilan yang seadil-adilnya menurut logika mereka yang intelek. Mungkin kalau saya Mahasiswa tipe jaksa agung seperti itu pasti akan protes dengan ketidak adilan, dimana pun tidak pandang bulu. Tapi, garis bawahi ini tapi, cara kerja masyarakat tidak begitu hey. Kalau ada mahasiswa tipe jaksa agung seperti mereka menuntut ketidak adilan yang saya alami ke tukang kupatahu dengan mengadakan aksi turun demo ke jalan, kan hasilnya tidak lucu. Itulah yang dimaksud kita harus mengikuti cara kerja masyarakat, semua ada wadahnya, idealis ada porsinya, humanis ada porsinya, pragmatis ada porsinya dan kupatahu pun ada porsinya. Itu yang saya pikirkan waktu itu.

Kedua adalah…
mungkin jika saya orangnya temperamental, Saya bisa saja melegalkan perbuatan saya dengan alibi ketidak adilan, persamaan hak, atau HAM saya yang mereka kacangin, dengan menamplokan minyak panas itu, atau hanya sekeder menegur si ibu-ibu dan si A’A kupatahu bahwa itu tahu yang saya goring khusus, dan saya sudah menunggu lama belum di buatin juga kupatahu nyah-nyah…Tapi, Toh tidak akan menghasilkan apa-apa yang terlalu berarti. Saya berusaha untuk mengerti cara kerja masyarakat, belajar keneh sih baru Lv1.

Terimakasih…
Description: Kupatahu Samping Surapaticore “nikmat” Rating: 3.5 Reviewer: ikhsan peryoga ItemReviewed: Kupatahu Samping Surapaticore “nikmat”

0 komentar:

Posting Komentar