Jumat, 26 Februari 2010

P2m Neglasari Bagian 2 (Perjalanan panjang mencari rempah-rempah)


P2m Neglasari Bagian 2 (Perjalanan panjang mencari rempah-rempah)

Oleh: Ikhsan Peryoga
Diperuntukan khusus untuk Setia Desta


P2m hari ketiga dimana persediaan makanan mulai menipis saya di tugasi’I oleh mamih Eli untuk belanja. Ko saya dalam hati??? Yasudahlah takapa, lagian saya ingin refreshing ke luar desa Neglasari, mencoba ke kota, ke majalaya. Taukah anda hey Galileo dan galilea, jarak dari Neglasari yang Punk metal ini ke Majalaya itu menempuh jalan yang luarbiasa jauh, sialan naek motor saja sudah cangkeul imbit (imbit adalah bujur untuk bahasa sunda yang elegan), sekitar menghabiskan waktu 1 jam setengah.
Si sayah di temani sama setia desta ke Majalaya itu dari desa Neglasari, Atau si desta yang ditemani saya atau sama sajalah cuman di balik-baliki’i, pokok nyah, kita berdua yang berangat. Kita menunggangi motor pinjaman kepunyaan si ayah pemilik pesantren ini.

Baiklah kita berangkat di pagi hari, amanat dari si mamih Eli pun mengenai apa-apa saja yang harus saya tukarkan dengan uang menjadi bahan masakan sudah saya sakui’I di celana sayah. Kita akan melampaui melewati beberapa tipe jalan, dan kejeniusan kami berdua telah sampailah kepada saat yang berbahagia, sepanjang perjalanan kita mencobai untuk me’namai’I jalan-jalan yang kita lewati. tipe jalan pertama adalah ketika kita berangkat dari desa neglasari, jalan yang tidak tersentuh oleh petugas PU, terdiri dari batu dan tanah yang di kumpulkan. nga tau dibuat oleh siapa, oleh warga atau oleh belanda, tapi itu tidak terlalu penting bagi kami yang saat itu melewat, yang penting adalah jalan itu terus saja menurun kebawah, memang desa ini terletak di tonggoh. Keadaan waktu itu memang sehabis hujan jadi keadaan nyah si jalan sedang dalam keadaan licin. Untunglah motor si ayah lumayan tangguh, ditambah setia desta yang dulunya tukang ojek lembang.
Tipe kedua adalah tipe jalan kompleks, ciri’I ini yah, “jangan samakan jalan ini seperti jalanan kompleks perumahan hey”, hanya lebarnyah sajah yang segitu, yang hanya cukup untuk 2 mobil keri saling berpapasan. Di pinggir kanan kiri jalan dihiasi oleh kebon setengah hutan, rumah warga yang jarang-jarang, kebon lagi dan sawah. Sesekali terdapat polisi disana, si desta pun menggilasnya dengan motor si ayah. Saya terkejut menyaksikan kejadian itu, tapi biarlah toh itu polisi tidur ini.
Tipe ketiga adalah setelah kita keluar dari gerbang jalan kompleks itu, yaitu jalan besar beraspal hotmik menuju ke pasar majalaya, ketika kami lewat, kami melihat ada sebuah pom bensin tidak berlebel pertamina, tapi itu jelas-jelas pom bensin. Pom itu adalah pengusaha sukses dari penjual bensin 2 tak yang setelah lama menabung akhirnya beliau mampu membeli mesin Pom bensin itu, walaupun keadaan si mesin bensin itu sudah mengprihatini’I perasaan saya.

Sampailah kita di pasar majalaya, rame hey, ini adalah wilayah paling kota di majalaya, pasar tradisional yang menurut para masyarakat majalaya adalah pasar Internasional tempat orang-orang dari seantero majalaya berbelanja.

Si desta dan sayah yang naplok di belakangnya pun brbelanja, si sayah keluarkan lah itu kertas amanat buatan si mamih Eli. Dasar kita berdua adalah pria yang tidak di didik di sekolahan dan tidak di tanamkan oleh kedua orang tua kita untuk berbelanja di pasar tradisional, kita pikir, ketika kita menanyakan itu harga suatu barang kebutuhan seakan-akan sangat murah. 

“tomat sabaraha, a sakilo??? “ desta itu yang menanyai si A’A tukang tomat
“1000an cep”, 
“jir murah”

“Engkol sabarahaan bu???”
“Jir murah”

“Kentang sabarahaan mang??”
“Jir murah”

“Kurupuk ieu sakarung na sabaraha??”
“anjoy, murah”

“Saosin a 5 kilo”

“Cabe teh”

“Aya Tahu teh??”
“Anu super anu biasa cep???”

“Meser baso anu bungkusan”

Semua-mua hal berasa murah, maklum lah orang baru di dunia perpasaran tradisional, padahal eh padahal itu adalah harga yang seharusnya bisa di tawar, bisa menjadi lebih murah lagi. Tentusaja dengan kemurahan hati kami berdua, dan tingkah saya dan si deta yang menyolok mata masing-masing tukang dagang di sana, si kita pun jadi terkenal, “cep, kangge hajatan nya?? Balanjana mani seu’eur” si ibu-ibu tukang bawang dan rempah bertanya, cumu’un bu. Si sayah jawab gitu biar nga lama. Belanjaan pun makin banyak jikalau di teng-teng terus, makanya dari itunya, kami pun menitipkani’I belanjaan di si ibu tukang bawang itu. Itu juga saya titpkan si barang belanjaan setelah si ibu ngasih “mangga” ke si kita (mangga di sini kata kerja, bukan kata benda).

Lama kita berada di pasar internasional Majalaya itu, karena kita berbelanja untuk 150 orang, dan buset dah, setelah kita berbelanja dan diakumulasikan semua-mua, ternyata itu belanjaan sangat banyak hey bahkan terlalu banyak, ini asli bukan heureuy, kita kesuliti’ini’I untuk membawa itu semua belanjaan. “wah, teu kira-kira ieu si Eli nitah balanja teh”. 

tangan saya yang dua membawa 8 keresek dan tidak mampu lagi membawa selain 8 keresek itu, stang motor si ayah yang dua juga digelantungi’I oleh banyak keresek bermacam-macam ukuran, samahalnya dengan cantelan-cantelan helm yang di gelayuti juga bermacam-macam belanjaan. Di ruang hampa belakang stang digunakan si desta untuk menyimpan belanjaan yang memakai dus dan keresek-keresek berukuran besar, sehingga si desta harus duduk tegak supaya tidak terhalang pandangan nya oleh tingginya itu tumpukan belanjaan di depan. Di lahunan saya pun banyak keresek-keresek penuh barang bawaan, pokonyah-nyah segala ruang di motor kita gunakan untuk space membawa itu belanjaan. 


Bismilah, si desta berucap demikian, sementara itu si saya dan motornya si ali tidak berkata demikian. kunci motor sudah napel di sirit kunci dengan keaddaan On. Si desta kesulitan untuk mengoper perseneleng motor walau dengan sedikit paksaan akhirnya bisa. Kami pun beranjak dari tempat parkir, dengan suara motor si ayah yang ngahiung, mungkin si motor kerepotan dengan rariba nya itu belanjaan. Berjalan di jalan pasar Majalaya yang macet, penuh sesak oleh pedagang yang memakani’I pinggir jalan membuat arus lalu lintas menjadi macet. 

Burusut!!!, itu si keresek tomat terjaruh setelah kita melaju 10 meter dari tempat parkir, di tengah jalan tentu saja. Kawanan tomat itu tercecer keluar dari keresek mereahnya. Saya dan si desta pun menoleh ke tomat na’as itu, “rag-rag ga!!!” si desta bercuap. Sementara itu para pemotor lain di belakang kita berlomba-lomba menghindari si tomat agar tidak tergeleng. Ini keren, bener-bener keren, ucapan si desta itu membuat juga itu si keresek dengan himpunan mentimun di dalamnya lepas dari pengawasan dan jatuh juga, ini masih di tengah jalan loh, “burusuttt!!”. Sayah pun bereaksi, “dest, itu bonteng na…”, “wah mana” si desta menoleh ke bawah, dan si kentang pun pada jatuh satu persatu dengan keresek yang masih tergantung di setang motor si ayah. “Jah”, si sayah menggerakan tubuh saya berusaha untuk menggapai itu beberapa kentang yang ngagorolong dekat kaki. “Kuplak!!!” sekarang tahu yang tadinya ada dalam lahunan saya yang tikuplak jatoh ke bawah. “Anjis!!!”, kacau hey, hey, hey.. satu persatu barang balanjaan pun berjatuhan hingga semuanya yang berjatuhan nya. 

Tiiiddd!!!, Tiiiiddddiiiidd!!!!, Tittttiiitttt!!!!... ada pawai kampanye di belakang, itu yang kami pikirkan,. Tapi ini bukan musim kampanye, ini juga bukan 17 agustusan. Tad-tid-tud!!! Suara klakson itu adalah para pemotor dan pemobil yang sedang kemacetan di belakang, dan tambah menjadi-jadi kemacetan nya setelah kami kaburusutan berang belanjaan. 10 detik kemudian, TTTOOOOOTTT!!!, suara klakson bus ,Majalaya-bandung. Bus itu terlihat marah, supirnyapun saya yakin terlihat marah, kondekturnya juga, penumpangnya juga… hah sialan, bagaimana ini!!!. Sementara itu si desta meminggirkan motor si ayah lalu di matikan itu motor. Saya ditengah jalan adalah manusia yang sedang memulungi’I kawanan tomat, himpunan kentang, satuan-satuan bonteng dan belanjaan lain yang berbela-bala. Dengan kepanasan yang luar biasa, keringat pun bercucuran entah dating dari lubang yang mana di tubuh saya (asli). Si sayah pun sesekali culang-cileung, tersenyum kombo bingung, kombo, malu kombo merasa bersalah kepada mereka yang terhalangi laju motor dan mobilnya oleh si sayah. Sciples pisan lah.

Si Desta membantu saya yang mulungan barang seperti mulungan saweran itu. Banyak dari pedagang dan pejalan kaki, dan tukang parkir yang melihatin aksi brutal kami dalam memblokir jalan. Ada yang tertawa, ada yang tersenyum, ada yang berkomentar, ada yang tidak perduli, bermacam-macam aksi mereka ketika melihatin aksi si kita.

Ahirnya si barang belanjaan sudah dieksekusi ke pinngir jalan kan. Si pemotor dan pemobil pun jadi lega, “lega” jalan nya, karena tak terhalangi oleh sayah. Kita mulai menyusun berang-barang itu bukan dari enol lagi tapi dari min 100. Jir panas, kita mengeluh karena emang ini patut di keluhkan. Kami menyusun ini pazzel belanjaan, Tetapi eh tetapi, tetap saja masih ada barang belanjaan yang belum ke angkut. Si-alan si kita Beneran bingung sudah beberapa metoda pun tetap saja tidak terngkut saking banyak nya si belanjaan yang mulai menjadi berengsek. Kami pun jadi napsu dan mulai memanas. Keadaan majalaya pun memanas karena sudah jam 12 siang.

Untung kita beruntung hey, ada pahlawan penyelamat. Si emang-emang tukang saosin. Dia rela memberikan karung nya yang memang hanya punya 1, padahal karung itu akan dia pakai untuk membawa sisa dagangan nya ke rumah, padahal karung itu ditunggu oleh anak istrinya, oh,,.. Si emang-emang berkata dengan keren ke kita-kita “ini bawalah karung ini, teruskanlah perjalanan untuk teman-teman mu di Neglasari sana, kasihan kalau belanjaan ini tidak sampai di Desa Neglasari. Biarlah tak usah pikirkan tentang saya dan anak dan istri dan saya dan istri saya, dan anak saya, mereka akan mengerti ko, yang penting bawa belanjaan ini ke negla sari” jreng!!! Jreng!!!, keren pisan, kesatria sejati pisan lah itu pengorbanan si emang-emang tukang saosin, garis bawahin lagi hey, tukang saosin, tukang dagang, bukan dosen bukan pejabat, bukan si Pilisi.

Oleh karenanya ada karung berharga itu, Belanjaan pun dimasukini’I kedalam, kedalam karung sudah pasti. satu persatu, dua perdua, dan tiga pertiga, sayuran, tomat dan yang lain lain nyah-nyah, termasuk juga tahu dengan airnya yang banyak, ini membuat si karung berberat badan sangat berat.

Karung siap, si desta sudah menyelangkangi motor si ayah dengan karung berada di depan setelah diangkat dengan susah dan berat, susah sekali ini asli layaknya mengerjakan soal SPMB, berat sekali ini juga asli juga “layaknya di bebani supaya kita harus bertanggung jawab atas pacar kita yang hamil” (lebay gelo!!). sayahpun sudah sudah siap, si desta siap, si karung siap. “hayu atuh dest” si sayah berucap-ucap. Si desta diam saja, lalu tertawa. “Hayu hey,” saya lagi yang berkata kepada si desta. Desta teman saya yang sekarang ada di Jerman , menoleh kepada saya, dan kita pun jadi berpandangan mata. “konci na kahalangan karung” artinya: “kuncinya terhalang karung…” “dan uing tidak bisa memasuki’I kunci ini ke motornya’a supaya motornya’a menyala karena ada karung ini”, dan taukah anda para pembaca, dia mengucapkan itu dengan dingin dan diakhiri oleh senyuman manis, pertanda pasrah atas cobaan Tuhan di hari ini. Perkataan dingin teman saya itu bisa membuat cuaca pasar majalaya yang terbakar ini terasa menjadi panas neraka bagi si sayah. Kemudian, Dengan dingin juga dia berkata “dagelan nya ga (yoga maksdnya)”. Oh indah sekali, sambil saya meneteskan air mata dalam hati. 

D kami pun pulang dengan karung yang akhirnya berada di pangkuan saya. Jangan di bahas lagi tentang bagai mana cara kami menurunkan dan menaikan kembali karung super berat itu. berat ebel, sampai lutut saya gemeteran menahan beban berat karung ini.

Di tengah jalan si desta menyuruh motor si ayah berhenti. “Ada apa dest??” saya berkata pake bahasa sunda. “Isi bensin dulu, nga akan cukup euy” dia juga menjawab dengan bahasa sunda. Jah!!!, sudah di bahas lagi itu bagaimana penderitaan saya yang kurus ini mengangkat karung ini untuk di turunkan kembali gara-gara motor si ayah mau minum bensin dahulu. Tapi mau bagaimana lagi, ini memang takdir tuhan bahwa kita harus mencoba sedikit dari neraka kecil-Nya.

Motor pun melaju masuk ke jalan tipe 2, jalan yang seperti jalan komlek. “Crot” sesuatu bucat.. “akacaeuceuceuceuttt..” “poledes”… sesuatu mulai membasahi celana dalam sayah. Anjis, di saat seperti ini??? Kenapa??? Kenapa bucat di saat yang seperti ini???. Si desta yang di depan pun tak lama kemudian bertanya, “kenapa kamu ga??? Asa nga kekerejedan???”.. si sayah tidak berkomentar apapun dan diam saja. “Anjis, anjis apa ini ga???, kenapa basah???” si desta bertanya penuh keheranan. Si sayah pun menjawab dengan pura-pura polos “basah naon dest???”… “pinggang uing basah euy…” si desta menimpal pertanyaan saya. Motor pun berhenti dan kami pun memeriksa keanehan ini. Ternyata suara “crot” bucat itu adalah tahu tahu di dalam karung yang bucat. Bucatnya itu membuat air yang terdapat di plastic-pelastik itu meluber sampai celana dalam dan pinggang nya si desta. “bae lah kagok edan” (biarin lah, nanggung gila) kata si desta sambil menerusi’I perjalanan. 

Puncak dari segala nerakanyah-nyah dari cerita di bagian kedua ini adalah ketika kita berempat (saya, desta, motor si ayah dan karung) memasuki jalan tipe pertama, yaitu jalan yang tidak tersentuh oleh petugas PU, terdiri dari batu dan tanah yang di kumpulkan. tentu saja jalan ini juga masih licin walaupun keadaan sudah panas mentrang kaya gini. Dan sial dong nyah-nyah lagi, kalau ketika kita tadi berangkat kita menghadapi turunan yang curam-curam, sekarang adalah ketika pulang coba bayangkan apa yang kita hadapi. “TANJAKAN SUPER ATLET MOTOCROSS!!!!”. Jreng!!! Jreng!!!.. 

Desta, saya, motor si ayah: “AAAGGGHHHHHHH!!!!!!”

Bagai manakah Ikhsan Peryoga, Setia desta dan Motor si ayah dapat melewati rintangan besar dihadapan nya demi teman-teman nya agar bisa makan dengan enak??? Saksikan petualangan selanjutnya
Bersambung… ke bagian 2 setengah “
Description: P2m Neglasari Bagian 2 (Perjalanan panjang mencari rempah-rempah) Rating: 3.5 Reviewer: ikhsan peryoga ItemReviewed: P2m Neglasari Bagian 2 (Perjalanan panjang mencari rempah-rempah)

0 komentar:

Posting Komentar