Jumat, 26 Februari 2010

sakadang saya membuat KTP bagian 1


Oleh: Ikhsan Peryoga

Hari itu Saya yang bersama map kuning, bertepatan dengan saya yang bersama motor adik yang namanya tidak tahu siapa, juga bersamaaan dengan kala saya yang bersama baju dan celana yang saya kenakan, bersama helm dan Tas dan sandal jepit berwarna biru, dan kunci motor. Mereka semua saya ajak untuk menemani saya buat KTP. 

Saya berada di kantor kelurahan, kelurahan tempat saya tinggal. Saya pun masuk kantor, bagaikan saya adalah pegawai kantor tersebut dan harus masuk kantor, harus mengabsen, dan dikasih gaji di awal bulan, padahalmah bukan itu masud saya. Saya masuk kantor setelah sebelumnya ada di luar kantor. Saya harus masuk karena ingin formulir pembuatan KTP ini menjadi di tandatangani oleh Lurah. Di dalam saya lihat meja, lihat para petugas kelurahan, lihat kursi, lihat lem yang sedang berada di atas meja, lihat papan tulis, dan lihat benda-benda lainnya.

Inilah percakapan ketika saya di dalam kantor, saya gunakan tri-lingual (basa sunda // bahasa Indonesia // English) untuk mempermudah pembaca dalam hal pemahaman akan tulisan ini:

*catatan: cukup baca yang basa sundanya saja

Si ibu-ibu petugas kelurahan: Bade naon cep?? // ada keperluan apa tuan?? // whats up brow??
Saya: bade ka pa lurah // Mana si Lurah!! // brow, are you look the leader, I finding the leader of the office
Si ibu-ibu petugas kelurahan: aya kaperyogian naon cep? // hendak maksud apa tuan mencari majikan saya tuan?? // yo-yo-yeah… hip-hop men,, what’s haven brow??
Saya: bade ngadamel KTP // ga mau tau, pokonya gw mau dibikinin KTP // I wanna make the ID card, brow..
Si ibu-ibu petugas kelurahan: berkas sareng syarat-syarat na di kempelkeun weh cep // ampun tuan, saya akan segera memberikan cap dan tandatangan majikan saya // hey-hey-hey,, how about my hip-hop skill?? (ngaco!!)

Lalu saya pun menyerahkan map kuning yang menemani saya pergi ke tempat ini. menunggu sebentar, tidak sampai saya pegel karena saya menunggunyah berdiri, si ibu-ibu petugas kelurahan sudah kembali

Si ibu-ibu petugas kelurahan: cap ieu entos rapih // ini tuan, sudah selesai // maaf saya tidak bisa menerjemahkan nya

Saya pun kemudian memasukan map kuning itu ke dalam tas setelah meyakinkan bahwa si formulir sudah di cap dan ditandatangani. 

Sebelum saya beranjak pergi saya lihat wajah si ibu-ibu petugas kelurahan yang terus menatap saya rada cemberut. Saya hendak mengerti apa yang dirautkan oleh mukanya, makanya/minumnya saya lalu bertanya ini kepada beliau:

Saya: ibu ntos ieu teh?? Uang administrasina kumaha?? Sabarahaeun bu??//heh!! Apa loe liat-liat??// zzz…. Zzz… zzzz… 

Si ibu-ibu petugas kelurahan: saiklasna weh cep // tidak tuan, bukan maksud saya // …..

Mendengar kata seiklasnya hati saya jadi tersentuh. Si ibu-ibu yang bekerja sudah lama dengan gaji seadanya. Beiau sekarang membantu saya dengan susahnya mencap dan menyuruh atasannya menandatangani formulir saya. Oh perjuangan yang peru kita teladani dari si ibu-ibu itu. Saya tau ibu bekerja keras selama ini, saya tau juga ibu harus menghidupi anak ibu, menghidupi kompor ibu, menghidupi kulkas ibu (kalau punya) dan menghidupi lain-lain nyah-nyah.yang perlu hidupi agar ibu bisa tetep hidup. Makanya saya langsung berkata kepada si ibu-ibu,
“300 rebu gimana bu?? Apa kurang??”.
Si ibu-ibu petugas langsung berona wajah ceria, sumringah, bahagia, dan rona-rona lain yang semacam dengan yang saya sebutkan barusan. Dalam hati saya, oh alangkah senangnya membuat si ibu-ibu ini bahagia, coba lihat itu wajahnya seakan kerupuk yang di goreng, merekah beraroma kesenangan. 

Lalu saya berkata kepada beliau: “tapi kalau 300ribu mah saya ga iklash bu, kan kata ibu harus iklash” (itu saya beneran bilang seperti itu ke si ibu-ibu). Gimana yah, saya sebenarnya tidak bawa uang (padahal mah bawa, di dompet ada 245.300 uang Indonesia), kalau begini mah , 5000 juga jadi ga iklash bu” saya lalu membalikan badan dan berjalan keluar kantor tersebut. Sebelumnya saya lihat wajah si ibu-ibu yang tadi saya buat bahagia sudah tidak ada lagi.

Saya sebenarnya kesel dari sekitar 5 tahun yang lalu ketika saya buat KTP pertama saya, masih ingat jelas bahwasanya dulu juga yang menjadi petugasnya adalah si ibu-ibu itu. Dahulu, sekitar 5 tahun yang lalu, ketika saya minta cap dan TTD pak lurah si ibu-ibu itu menagih saya sejumlah uang. saya bertanya, ”ibu nagih uang buat apa?? Kan hanya di cap dan di kasih tanda tangan doang???”. Lalu si ibu-ibu berkata bahwa uang tu untuk administrasi. 

Saya berpikir hingga tidak habis-habis, jadinya saya tidak habis pikir. Bahwasanya di bangun atau diadakan nya birokrasi yang dalam kasus saya adalah kelurahan adalah untuk pelayanan masyarakat. Kelurahan harusnya melayani masyarakatnya agar semua-mua urusan itu menjadi dipermudah karena di Bantu kelurahan. (ini saya dapat di perkuliahan matakuliah sejarah Politik). Jangan sampai birokrasi itu yang tujuannya mempermudah/melayani menjadi malah memperibet urusan-urusan masyarakat.

Nah pada saat kemaren, si ibu menawarkan “seiklasnya” apa pun yang diberikan oleh saya, saya pikir si ibu masih mengharapkan sesuatu walaupun dari keiklasan si pemberinya. Makanya-minumnya saya kerjain aja, ditambah mungkin dendam terasah selama 5 tahun yang saya bekam. 

Saya merasa saya tidak salah kali ini, karena kata si ibu pun seiklasnya, kalau saya tidak iklash itu hak saya, dan ketika saya menawarkan 300 ribu, itu pun hak saya, bukan bermaksud mempermainkan si ibu-ibu hey,,, hanya sekedar mengetes, kalau saya tawarkan sejumlah uang yang lebih dari lumayan, apakah si ibu-ibu akan menerimanya atau tidak itu pemberian. Karena saya yakin itu tidak ada dalam jobdest tugas si ibu-ibu sebagai petugas kelurahan untuk menerima apapun dari orang yang harusnya dilayani tersebut. 


Tapi aroma sial dong berhembus terbalik pada akhirnya… ini bersambung ke pembuatan KTP di kecamatan.
tulisan ini jadi fiksi ah, takut di kecam atow di tungtut

Dialami pada: 9 November 2009 kalender Syamsiah.
Description: sakadang saya membuat KTP bagian 1 Rating: 3.5 Reviewer: ikhsan peryoga ItemReviewed: sakadang saya membuat KTP bagian 1

0 komentar:

Posting Komentar