Jumat, 26 Februari 2010

Pacarnya Rani (nama samaran)


oleh: Ikhsan Peryoga

Ketika saya menulis note ini, saya ingat kejadian kemaren saat ada acara yang ingin disebut sebagai acara buka bersama-sama. Memang mirip sih acara ini dengan acara berbuka bersama-sama, oh ternyata memang iah, acara itu memang acara berbuka bersama-sama.

Ketika saya tulis ini, saya ingat kemarin sore saya bersama teman saya. benamalah dia Carolien Amonica Phaloitis, panggil dia Monii untuk meledeknya. Kita berdua sedang di sebuah lantai 3 masjid. Menunggu matahari nga ada, biar bisa makan bersama-sama, tidak hanya dengan si monii itu makan bersama-samanya, tetapi dengan teman-teman yang lainya yang saya tidak bisa sebutkan ciri-cirinya semuanya.

Oh iah sebelumnya saya mau menegaskan bahwa saya itu hebat. Percaya tidak percaya, saya ini jago sekali untuk berfikir keritis layaknya Soe-Hok-Gie atau Arif Rahman Hakim, atau mungkin tidak sejago itu juga sih. Entahlah, tapi saya malah jadi bingung ketika saya menyamakan jago saya dengan mereka. Oh iah, saya puny aide, bagaimana kalau tidak di samakan saja, maka saya pun jadi tidak bingung ketika menulis note ini. Dan intinya saya tetap jago.

Saya mahasiswa jurusan pendidikan sejarah yang ditungtut mempunyai pijakan pemikiran mirip isme atau semacam aliran filsafat demi bisa mempertahankan hidup dari kerasnya dunia. Saya di tungtut supaya apapun yang saya ucapkan adalah hasil dari analisis mendalam, melalui proses yang sangat rumit seperti membandingkan, menguraikan, membangun fakta, pengalaman, landasan pendangan dan pengetahuan saya menjadi bentuk baru yang orisinil dari hasil pemikiran saya. Saya dihukum untuk diharuskan selalu skeptic atas informasi, fakta, data yang orang lontarkan. Saya harus mengindari jajtifikasi orang yang tak berdasar, begitu juga saya menghindari saya yang men-jajtifikasi, karena jajtifikasi itu membunuh untuk beberapa. Saya harus pintar bisa membedakan pemikiran orang yang mempunyai kepentingan. Kepentingan atas latarbelakang si orang tersebut berfikir baik organisasi pembentuk orang tersebut, latarbelakang ekonomi, pandangan si orang tersebut, sifat politiknya dan lain sebagai-bagai nyah-nyah. Makanya sebagian orang, atau tepatnya beberapa orang (sebut saja hanya 2-3 orang, kalau mau jujur) menyebut saya hebat dalam hal pemikiran. 

Saya ini hebat hey, hebat menggambar, mendesign, sudahlah jangan di bahas yang inimah. Semua orang yang tahu saya, tahu saya menggambar dari sejak Nete. Beban ini saya terima dari ayah saya Heri Peryogi yang Almarhum. Beliau juga dikenal keluarga sebagai orang yang gemar dan pandai menggambar. Mungkin kemampuan itu beliau wariskan kepada saya, tapi oh ternyata tidak, ternyata adik saya pun Bagja Nur Fajrin gemar dan pandai menggambar. Kalian perlu camkan ini, bawasanya pujian yang Tuhan titipkan untuk saya (lalu dikembalikan lagi ke Tuhan dengan mengucapkan “alhamdulilah”) sebagian besar adalah dari bidang ini, yah tebul bidang gambar meng-gambar dan yang berhubungan dengan utak-atik visual.

Makanya serta minumnyah saya ini merasa hebat, dan sedikit (baca selalu) sombong. Saya berfikiran bahwa orang sombong itu keren dan saya layak untuk itu, kan saya hebat. Apapun celah yang membuat saya berada di atas kalian, gunakan itu untuk memblow-up bahwasanya memang begitu itulah sombong, dan itulah saya). 

Efek dari hal tersebut adalah gengsi. Gengsi saya tinggi dan itu keren pula menurut saya. Saya hanya mau tukar pikiran dengan orang-orang yang menurut saya pemikirannya lebih keren dengan saya. Dengan begitu tentu saja saya tidak mau membagi pikiran keren saya dengan keroco-keroco seperti kelian. Saya sedikit sekali memuji orang. Saya sedikit sekali mempunyai orang yang saya kagumi. 

Dalam hal berdebat, saya selalu menang (menurut saya). tak pernah saya gentar dan selalu ada kalimat yang masuk akal bagi mereka, untuk mereka oleh saya yang membuat mereka berfikir ulang. Dalam hal berdebat, saya adalah Iron head (kenal nga Iron head?? Kalau yang ga kenal jangan jadi fans saya). Dalam hal bicara saya adalah si raja ngelest tapi berdasar logika universal. Apapun yang dilontarkan orang untuk menyerang saya, sehebat apaun orang itu pasti bisa saya bantah dan serang balik. Tapi kehebatan itu mampus, Sampai hari kemarin ketika buka besama-sama itu.

Kembali ke seting acara buka bersama-sama kemarin…
Jam 5, sekonyong-konyong ada 2 anak kecil (yang cewe umur 5 tahun sepertinya kalau itu semestinya, dan sekitar kelas 2 SD yang laki). mereka bawa setumpuk nasi bungkus saya tebak begitu, mudah-mudahan tebakan saya tidak salah. Mereka melihat si monii dan tertawa-tawa. Si monii pun dengan mungkin reflek memanggil berdua dari mereka yang hanya berdua. “hey!! (sebenarnya bukan hey, tapi menyebut nama mereka berdua). Oh ternyata monii kenal mereka berdua. “Siapa mereka??” itu saya yang bicara tidak lewat hati ke monii tapi lewat suara pita suara saya. “Itu adik-adiknya si ####” monii menjawab. [####], sebut saja beliau “Rani” untuk tujuan saya samarkan beliau dengan alasan-alasan yang akan sangat panjang bila saya jelaskan di note ini.

Adiknya-adiknya Rani (Rani: nama samara “####”) itu kembali melewat dan sekarang malah mendekati monii dan otomatis juga mendekati tubuh saya yang sedang berada di dekat monii. Saya pun beranjak untuk sekedar menghindar dengan berpura-pura akan mendistribusikan nasi bungkus dari lantai bawah masjid ke lantai 3 masjid. Tetapi yang terjadi apa coba??? 

Si anak kecil cewe yang berumur hanya mungkin 5 tahun itu mengikuti saya. Saya berjalan terus, dia menyusul ingin saya berjalan disusul dia. Oh iah, diapun menyusul. saya lihat anak kecil itu, dia tersenyum melihat sayah. Kalau tadi “oh iah”, sekarang “oh tidak”,, dia tiba-tiba berucap “pacarnya Rani!!! (nama samaran)”. Astaga, saya kaget tapi ditahan karena malu. Saya terus berjalan pura-pura tidak dengar beliau yang berucap. Tetapi beliau terus saja mengikuti saya dan terus memandang saya, dan terus tersenyum, dan terus menyebut-nyebut “pacarnya Rani!!!”, “pacarnya Rani!!!”, “pacarnya Rani!!!”… mampus, saya terus meningkatkan kemampuan otot kaki saya, jadi aja jalannya jadi jalan cepat. Dan lebih mampus lagi di depan saya jol-ojol (tiba-tiba) ada “####” yang saya samarkan jadi Rani dalam note ini. “Pacarnya Rani!!!” si anak terus saja begitu berucap seakan-akan beliau adalah mesin perekam. Rani pun menoleh sambil membawa nasi bungkus yang sedang di distribusikan. “Siapa” Rani berkata sambil melihat saya dan adiknya. Si adiknya terus saja bersua “pacarnya Rani”, gawat sekarang dia menyebut itu sambil menunjuk saya,.. jeah, si adik senyum ke saya dan sial senyumnya mirip kakanya, saya di situ seperti mau kena serangan jantung. 
Saya yang jagoan, jago ngeles, jago pemikiran, keritis, skeptic, sombong, dan gengsian, lalu “si iron head”, kemudian jago sekali ngebalikan omongan orang dan semua yang hebat-hebat mengenai saya itu semuanya jadi bohong. saya tidak bisa melawan anak kecil umur 5 tahun itu, bahkan dengan satu ucapan kata pun… berengsek!!! (maaf kasar ngomongnya), kalah telak sekali pukul…

Ketika Rani (nama samaran) itu melihat kami berdua. Saya langsung kabur dan tidak kembali ke acara buka bersama-sama itu. Jadi makan baso di as Bo’ol daerah negla.
Dan itulah yang saya ingin tulis. Saya sekarang berhadap-hadapan dengan monitor PC. ih, jadi mempunyai keinginan, ingin nyanyi. Baiklah saya akan mengambil gitar. Gitar sudah di peluk saya, saya menulis lagi. Sekarangmah asli saya nyanyi.

Judul lagunya:
MENAMEHANA (diatas segalanya)
Yang buat si Ayah Surayah…
dan saya ingin, dan akan, lalu harus nyanyi lagu ini sepenuh hati.. 

ini liriknya:

Duhay apakah namanya, bila aku merasa, 
dilanda bermilyar rasa, saling meronta
Serasa hujan airin, kemarau yang lama, 
maka tumbuh hidup baru di lembah yang sunyi

Sehebat apapun, di landa yang ini… mampuslah diriku, musnahlah benaku…

Wahai siapakah dirimu?? Manjinakan aku…
Bisa menyebabkan semua, musyrik karna mu
Cara apakah dirimu, pacu jantungku
Menempatkan aku pada rindu melulu

Siapakah engkau ini, mengepung diriku
Ada pada sgala arah, ku panggil namamu
Sebab apakah dirimu, indah begini
Menempatkan aku pada rindu melulu

Siapapun aku, dirundung yang ini, musnahlah semua, mampuslah benaku…

Bagaimanapun engkau kepadaku, tak perlu kau tau, urusan diriku…
Bagaimanapun aku kepadamu, tak perlu ku tau, urusan dirimu..
Bagaimanapun aku kepada mu, tak perlu ku tau, uruslah dirinya…
Bagaimanapun engkau kepadanya, tak perlu ku tau, uruslah dirinya..
Bagaimanapun ia kepadamu, tak perlu ku tau, urusan dirimu…

Kini ku pandang kamu sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, tidak dihubungkan dengan keharusan memiliki…
[Selesai nyanyi..]

Kasihan ih saya, dianya sama dianya dia… tapi takapalah… ini tetap indah ko..
[tentang kehebatan2 saya yang saya jelaskan di atas memang agak berbau fiksi, mohon di kasih maaf, nanti saya terima maaf kalian. Eh tetapi jangan khawatir, mengenai kejadian di buka bersama-sama itu, ada anak kecil yang ngomong begitu kepada saya, InsyaAlloh sepenuhnya nyata, dan awas kamu monii!!! Engkaulah penyebab semua ini terjadi]
Description: Pacarnya Rani (nama samaran) Rating: 3.5 Reviewer: ikhsan peryoga ItemReviewed: Pacarnya Rani (nama samaran)

0 komentar:

Posting Komentar