Jumat, 26 Februari 2010

Ka Pameran, untuk masa kecil mereka yang terampas (bagian 1, benda Istimewa)


Oleh: Ikhsan Peryoga

Sore itu kita sedang berada disebuah lapang basket yang disulap oleh orang-orang hebat yang mempertahan kan tradisi. Kita berada di sebuah “pasar malam” yang orang Ciamis sama orang garut bilang “pameran”, atau orang bandung bilang “korsel” atau “biang lala”.... saya, Arie, Ranu, Monii dan Egie adalah tokoh-tokoh sentral dalam cerita kali ini. Kenapa jadi tokoh sentral???, karena dia teman-teman saya, dan kebetulan pada sore itu sudah janjian mau ke pasar malam bareng-bareng saya.

Saya pribadi kaget ketika motor di parkir di tempat parkir. Saya mulai melangkah masuk ke pasar malem tersebut dan yang saya bisa lihat melalui laporan langsung pandangan mata dari lokasi, hanya melihat segelintir orang saja di sana. Pasar malem sore-sore ketika saya berada di sana sangat sepi pengunjung, saya mulai menghitung pengunjung sambil obserpasi dalam rangka pencarian benda-benda menarik yang akan saya beli. Saya hanya menemukan tidak lebih dari 5 keluarga, satu rombongan mahasiswa seperti kami, 9 anak kecil penduduk lokal yang belum pada mandi dan para kru di setiap stand... sepi sekali, padahal pada waktu itu sudah jam setengah lima sore, dimana biasanya ketika saya kecil waktu yang tepat untuk jalan-jalan dan pergi ke pasar malam.

Setengah perjalanan melakukan obserpasi mata saya langsung terperanjat ketika melihat sekumpulan benda berjejer rapi berwarna warni. Dilihat dari jauh pun itu memang bendanya, makanya saya terperanjat kaget... benda-banda itu adalah apa yang saya cari dalam hidup saya setelah 10 tahun terakhir. Benda yang tidak bisa saya dapatkan walaupun saya melakukan perjalanan darat melewati“jalan sutra” dari china sampai ke Eropa seperti para pedagang jaman dulu. Benda special yang tidak akan saya dapatkan dimanapun juga kecuali di negri ini.Benda-benda itu memang nampak murung pas ketika saya lihat, sepertinya sedang berlomba, lomba ekspresi murung dengan si emang penjaga pemilik benda-benda itu. Tetapi setelah saya mendekat dia mulai mengeluarkan aura gagah nya, gagah yang keluar dari ekor benda tersebut yang berdiri selalu tegak. Perhatian saya alihkan ke pada si emang-emang pemilik benda itu. Setelah saya perhatikan dari dekat, saya mau mencabut kata-kata kalau si emang-emang ini berekspresi murung, bukan berekspresi murung saja tapi dia memiliki wajah yang merupakan gabungan dari wajah serem dan berekspresi murung... saya sempat syok ketika melihat wajahnya, “waw ada orang yang mau malak”.
Saya langsung menanyakan kepada si emang-emang tersebut, “mang sabaraha’an???”... si emang sambil molotot (bukan melotot deng, emang matanya gitu) tetapi bersuara kecil “60”... dalam hati saya, “anjrit mahal, mahal pisan...”. 

Saya kembali memperhatikan benda special tersebut sekali lagi dan ingin sekali sambil memilih milih yang tergagah dari yang ada di sana. “Sabaraha’an mang??? Pas na???” kali ini saya menawar tanpa melihat wajah nya, serem sih... “8 rebu aja” kata si emang-emang... saya syok di dalm hati tapi: ” weanjrit!!!, naha turun na edan pisan, tina 50 ribu ke 8 ribu...” saya langsung menganalisa dan mendapatkan beberapa kesimpulan dari kejadian ini. Pertama, ini strategi marketing tingkat tinggi bahkan mengalahkan strategi merketing nya L ML eh salah MLM. “Waw luarbiasa super sekali, jaman sekarang pedagang kecil seperti dia sudah tau strategi marketing yang jitu dan sangat evektif menusuk tepat hati para costumernya” pikir saya. Analisa kedua, ini merupakan ekspresi ke putusasaan (desperado) dari si emang-emang yang murung karena pasar malam pada saat itu sangat sepi. Ini berdampak pada penjualan produk yang tidak terjual satu unit pun. Padahal dia sebagai agen garda terdepan yang berhadapan langsung dengan costumer, berniat mendapatkan kapal pesiar kalau sudah mempunyai pangkat bintang 5 dari perusahaan nya ini... dan kalau analisa ini benar, terjawablah sudah mengapa si emang2 ini berekspresi murung,. Karena setelah 10 tahun masuk kedalam bisnis perusahaan ini dia belum mendapatkan pangkat bintang apapun. (padahal pangkat bintang satu dapet motor loh). Analisa saya yang ketiga didasarkan dari tampangs serem si emang-emang ini. “jangan-jangan dia bukan penjual benda-benda ini dia adalah penjahat penipu yang sering berkeliaran belakangan ini, si emang yang aslinyamah lagi buang air kebelakang. Dia memanfaatkan kurangnya penjagaan dengan berpura-pura sebagai pedagang dan menjual barang dagangan dengan harga semurah-murahnya”.

Semua analisa saya itu ternyata salah, yang benar saya salah denger, ketika si emang-emang nya bilang 10 ribuan... jadi bukan 60 ribuan (paingan mahal-mahal teuing). Setelah saya sadar itu, saya langsung menawarkan tawaran khusus ke dia, “lima rebuan lah saya beli dua???” dengan antusias si emang menjawab “sok lah”. Ijab Kobul pun terjadi dan saya memilih benda special yang saya anggap paling gagah yaitu yang berwarna putih dan hitam. Ini tentang mitos, konon katanya yang hitam memang yang paling kuat diantara warna-warna yang lain nya (ini akan di bahas nanti)

Benda apakah itu?? Pembaca pastinya pengen tahu (peduli amat!!!, kata semua yang baca).. benda itu adalah paparahuan totorototan, salah-satu mainan paporit saya waktu SD sampai sekarang. Paparahuan terbuat dari seng menggunakan perinsip tenaga panas/ tenaga UAP mungkin saya nga ngerti. Pertanyaan nya, kenapa itu special??? Kenapa itu istimewa, perlu di garis bawahi oleh para pembaca seklaian. Di dalam perahu itu di belakang nya, di bagian ekornya ada bagian seng yang ngacung ke atas. Dan tahukah itu adalah apa??? Itu adalah aksistensi kecil untuk esensi yang luar biasa sangat besar. Seng yang nyucung ke atas di bagian belakang paparahuan totorotortan itu adalah sebuah miniatur dari bendera, bendera apa??? Yang pasti bukan bendera Malaysia, yang pasti juga bukan bendera Amerika atau bendera-bendera negara-negara lain nya. 

Bendera Indonesia, terserah menurut kalian hey wahai tukang bajigur-gur, mau nyebutnya “hah cuman seng di belakang mainan kapal-kapalan kuno yang di cat merah-dan putih” atau apalah... tapi menurut saya Ikhsan Peryoga, itu adalah bendera gagah perkasa yang membuat mainan seng nan murah nan kuno tersebut berubah menjadi sesuatu yang special/istimewa... dari SD sampai sekarang saya tidak pernah menemukan paparahuan totorototan berbenderakan negara lain (apalagi malaysia) selain bendera merah-putih milik kita. Terima kasih kepada para pengrajin mainan super keren ini, kalian telah menanamkan rasa Nasionalisme yang sangat besar dalam benda sekecil ini kepada anak bangsa (walaupun mereka harus berjuang agar bisa bersaing melawan globalisasi (jangan punah)). “Persetan dengan dengan mainan paparahuan dengan dinamo, yang dengan remote control yang super duper canggih, yang modern, yang gaul dan yang lain-lainnya buatan bangsa luar!!!”

---~~~---

Kemarin tanggal 25 juni 2009 saya ke garut setelah ngaku ke semua orang saya pergi ke jogja.Mohamad Fatir (4 tahun, putra pertama Teh Eka Prasetiawati (kapiteteh saya)) dan Azmi Nurul Ikhsan (4 tahun, Putra pertama Abah Yanto (kapi’aa saya)) menyambut saya dengan berlari. Ketika saya datang, mereka-mereka ngagabrug saya. “Mang Isan!!” “Mang Isan, Ngagambal Naluto” kata si fatir. Dia bergegas membawa tas dorong dari kamarnya. Isinya kumplit ada buku gambar, ada krayon 1 set berwarna-warni banyak berkali-kali. 

Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada 2 Alo-alo (keponakan saya) saya pun memotong pembicaraan. Saya langsung mengeluarkan sesuatu dari kantong dekil saya. sesuatu yang terbungkus oleh kantong keresek hitam dan koran. Parahu totorototan putih milik saya, saya lalu keluarkan beliau. Dua keponakan saya pada duduk cinggo memperhatikan. Nova Nugraha Fahmi (19 tahun) pun tertarik melihat apa benda yang saya tunjukan. 

Saya suruh si Nova meminyak kalapa’i kapas yang terdapat dalam damar si perahu totorototan. Dua keponakan saya sangat fokus memperhatikan saya, otaknya yang sedang ada dalam masa golden age sedang merekam apa-apa saja yang dia lihat pertama kali itu. Saya beri mereka demonstrasi bagaimana caranya membuat kapal ini bekerja. Saya kasih tonggeng itu kapal yang berwarna putih gagah, lalu di masuki’i lah air kedalam kenalpot kembarnya yang berjumlah tentu saja 2 buah. dari kapal totrototan itu saya tongkrongkan kedalam ember bekas mandi adiknya si Fatir. 

Si keponakan langsung fokus kedalam isi ember yang di atasnya tertongkrong paparahuan. Kesannya pertunjukan sudah di mulai. Saya lihat mereka sudah sangat puas dengan nongkrongnya si paparahuan ngambang di atas air yang berada di dalam ember. “Mi, Tingali Palahu!!!, Sae!!!” kata si Fatir, sementara si Azmi langsung mendorong-dorong itu parahu yang terdiam di atas ember berair. 

Sementara si Nova sudah kembali lagi dari dapur dengan mesin penggerak parahu yaitu lentera/lampu seng kapas yang sudah dilumuri minyak kalapa dan tentu saja sudah menyala. Dimasukan lah lentera/lampu tersebut. Hal itu disambut aneh oleh kedua keponakan saya. Saya yakin di dalam otak mereka dipenuhi pertanyaan, apa itu?? Ko dimasukin??? Untuk apa??? Mengapa??? Akan jadi gimana ini???.. 

Semua terdiam saat si paparahuan diam saja di atas air. Asap hasil pembakaran minyak kelapa itu mulai keluar dari cerobong. Mengeluarkan bau, bau yang khas yang 10 tahun yang lalu saya pernah hisap bau ini oleh indra pencium saya. “tingali Tir, ngebul...” kata si Azmi yang mengajak si Fatir melihat fenomena fisika ini. “mang Isan, nuju naon ieu teh???” si Fatir bertanya heran. 

Kira-kira dua menit kami berempat terus menerus fokus-memfokuskan pandangan kedalam isi ember. Si paparahuan pun mulai bereaksi. Seperti menggeliat dia sedikit rada berjalan mundur diatas air yang tenang itu. Setelah itu diikuti dengan pose kedua keponakan saya yang full serius. Saya pun jadi ikut serius. Si nova pun demikian adanya. 
“Totorototot!!!!...” si parahu berteriak diikuti dengan tubuhnya seperti yang meloncat melakukan akselerasi, tapi hanya 2 detik lalu berhenti, “totorotototottotototottt”
 akhirnya si parahu berteriak keras tidak berhenti lagi dan diapun melaju dengan gagah. 

Sialan, di sana saya melihat M. Fatir Dan Azmi N.I. yang baru pertama kali melihat fenomena ini. Kedua wajahnya berbinar, bagian hitam bola matanya membesar tanda melihat sesuatu yang keren, bahkan super keren. Mulut mereka sepertinya senyum, tapi nga, mungkin bengong, atau mungkin juga mixing dari senyum campur bengong yang menghasilkan ekspresi kagum versi anak 4 tahun. Sementara si perahu terus saja melaju berkeliling-keliling di dalam ember, berteriak-teriak keras, menggema di dalam rumah menarik perhatian Ua Isoh, Teh Eka, dan A Heri untuk melihat aksinya. 

Gerakan dua meriam kembar dalam perahu itu berkedip-kedip gagah. Turun-naik si meriam perahu menembak “dederededan” layaknya tembakan peluru-peluru Kapal TNI AU yang nga peduli kapal musuh lebih canggih demi menjaga perbatasan wilayah negara dengan sepenuh hati. “Mi, itu pestol na nembakan” kata Si fatir ke Si Azmi.. “UAAAHH, Tir, Penjahatna areleh di temakan” di bales oleh si Azmi yang memperagakan dengan tangan nya seakan ada musuh yang tertembak di depan si paparahuan. Si Fatir pun mulai menggunakan sisi kreatif anak 4 tahun nya dengan membuat terowongan dengan menggunakan tangan nya. "tingali, Mi, katolowongan"... sialan, merinding saya, indah sekali

Saya melihat aura yang keren yang di hasilkan mereka berdua yang melihat aksi benda seng murahan berbentuk perahu kuno itu. Benda kuno yang sebenarnya super keren yang mulai terlupakan. Benda kuno yang menurut saya adalah benda istimewa dari abad 20 yang hampir punah di abad 21. 



Bersambung... 
(ka Pameran , untuk masa kecil mereka yang terampas (bagian 2))
Cerita berikutnya:
hompilah hompimpah alaihum gamreng... 
gamreng..,
gamreng,..
“kaluar euy”, 
gamreng, 
gamreng 
“asik menang”
“gamreng”
“Alhamdulilah”
“.................”
“Tilu kali nya, suten Indonesia”
“Ha”
“Ha”
“hiji cenah”
“Ha”
“dua, hiji deui euy”
“Ha”
“Yes”

Segera hadir
kihadjartheywanttorock.com
sigetihan_studio@yahoo.com
Description: Ka Pameran, untuk masa kecil mereka yang terampas (bagian 1, benda Istimewa) Rating: 3.5 Reviewer: ikhsan peryoga ItemReviewed: Ka Pameran, untuk masa kecil mereka yang terampas (bagian 1, benda Istimewa)

0 komentar:

Posting Komentar